Move On (?) part.2

Desember 2013
“Aku punya cerita,” ujar Vika tanpa ba-bi-bu. Ia melemparkan tubuhnya keatas tempat tidur disamping Nana.
Nana yang sedang membaca majalah segera mengalihkan perhatiannya pada Vika yang tersenyum penuh rahasia padanya. Ia mengernyit, heran melihat temannya yang agak aneh hari ini. “Cerita apa? Jangan sampe cerita kamu nggak penting,” kata Nana, kembali membaca majalahnya.
Vika merebut majalah Nana dan meletakkannya dilantai. Ia duduk dengan senyum lebar tersungging diwajahnya. “Ini tentang Ryan.”
Mata Nana membulat dan tidak sampai sedetik ia sudah duduk tegak, siap mendengarkan. Entah kenapa saraf-saraf ditubuhnya sangat sensitive tiap kali mendengar nama Ryan. “Hah? Ryan? Kenapa sama dia?” tanya Nana tak sabar.
Calm down, darling,” tukas Vika sambil mengangkat kedua tangannya.
Nana memutar bola matanya dan diam, menunggu cerita Vika.
“Kemarin aku chatting sama Ryan di FB,” Vika membuka ceritanya.
Nana memiringkan kepalanya. “Facebook?” tanyanya dan Vika mengangguk.
“Kebetulan aku buka FB lewat PC dan aku liat dia lagi online. Aku coba nyapa aja—kamu tau sebenernya aku nggak rela, ngejatuhin martabat sebagai kakak kelas—dan ternyata dia bales chat-nya. Akhirnya aku nanya dia kabarnya gimana. Respon dia bagus, kok.”
“Kamu nanya nggak dia nanti masuk SMA dimana?” tanya Nana tiba-tiba.
“Iya,” jawab Vika. “Dia bakal satu sekolah sama kita. Terus aku bilang ‘cie, mau ketemu sama Nana lagi ya?’ Dan kamu tau nggak dia bilang apa? Katanya, ‘Hehe, iya kak pengen ketemu lagi’. Gitu, Na.”
Senyum Nana semakin melebar, pelukannya pada bantal semakin kuat. Ia memekik tertahan, jantungnya berdegup kencang dan perutnya terasa mual—seakan ada ribuan kupu-kupu beterbangan disana.
“Jadi aku nanya kenapa dia nggak balikan aja sama kamu, tapi dia bilang dia lagi capek pacaran. Katanya dia agak penat sama yang namanya pacaran, Na,” kali ini Vika tidak terlalu bersemangat untuk bercerita. Ia takut Nana kecewa dan memang begitu adanya. Ia bisa melihat wajah Nana yang agak mengeruh.
“Capek kenapa, Vik?” tanya Nana pelan.
Vika mengangkat kedua bahunya dan menggeleng. “Ya, itu masalahnya, Na. Aku nggak tau kenapa.”
Nana menghela nafas dan tersenyum. “Ya udah, nggak papa kok. Kamu tau kan Vik, aku bakal nunggu dia. Yang penting aku tau kalau sekarang dia nggak sama siapa-siapa.”
Vika mengangguk dan tersenyum. Ia mengelus punggung Nana, berusaha menyemangati sahabatnya itu. Nana, perasaanmu ke Ryan kayaknya udah berlebihan.
***
“Bosen nih, Na,” kata Vika lesu, sambil memelintir ujung rambut Nana.
“Ya udah, kita cabut aja, yuk?” ajak Nana. Ia melirik kearah gerbang sekolah yang berada tak jauh dari mereka. “Eh, Vik, nggak ada yang jaga tuh! Kabur yuk?” tukas Nana sambil memamerkan cengirannya.
Vika tertawa, ia melirik gerbang sekolah dan ternyata memang tidak ada yang menjaga. Biasanya selalu ada Pak Satpam dan seorang guru yang menunggu di Pos Satpam, memastikan tidak ada satupun murid yang pulang duluan saat classmeeting berlangsung.
Nana berdiri dengan semangat dan mengulurkan tangannya pada Vika. “Kalo punya nyali, kita kabur sekarang,” ucap Nana pelan.
Dan akhirnya, mereka berdua berlari kencang menerobos gerbang yang terbuka setengah, diikuti beberapa siswa lain yang juga berusaha kabur. Mereka berdua segera menuju parkiran yang berada diluar sekolah, mengambil motor Vika.
“Kita mau kemana, Na?” tanya Vika sambil mengenakan helm-nya.
“Gimana kalo kita ke Bank dulu? Aku ada kerjaan, nih,” usul Nana sambil mengibaskan buku tabungannya.
Vika tertawa. “Mau ngapain? Nyetor?” tanya Vika disela tawanya.
“Rese! Udah, kesana aja dulu.”
“Eh bentar, Na,” tukas Vika tiba-tiba. Ia menatap Nana dengan senyum yang mencurigakan. “Gimana kalo kita ke sekolahnya Ryan?”
Nana melotot dan mulutnya menganga lebar. “Serius aja, Vik?” tanya Nana.
“Biasa aja dong, Na. Lagian itu kan sekolah kita dulunya. Nggak salah kan kalo kita main kesana?”
“Tapi kok tiba-tiba gitu, Vik? Ntar orang malah mikir yang nggak-nggak loh!” jawab Nana frustasi.
Vika menjentikkan jarinya ke pipi Nana yang tembam. “Nggak bakal. Udah, naik aja. Bank kan deket banget sama sekolah Ryan. Lagian bisa aja kan kita ketemu dia nantinya? Bisa aja kan ada keajaiban? Ayo naik!” Vika menghidupkan mesin motor dan menunggu Nana duduk dibelakangnya.
Nana duduk menyamping diatas jok motor. “Kalau aku emang jodoh sama dia, pasti nanti aku bakal ketemu sama dia kok, Vik.”
***
Written by: Naura Hafiza A

Comments

Popular posts from this blog

Ibu Kita Kartini

Afgansyah Reza-Refrain (chord gitar dan lirik lagu) Ost.Refrain 2013

Hasta Karya dari Barang Bekas