Drama: Rahasia Jatuhnya Pesawat Air Asin

Drama ini dibuat karena ada tugas Bahasa Indonesia tentang pementasan drama. Berhubung dikelas kami kayaknya drama percintaan udah begitu mainstream, jadi kami beralih kedrama yang agak sedikit 'weird'. Tapi drama ini beneran komedi, apalagi kalo udah dipentasin dan pemainnya bisa akting lebih gila. Hehe. But please don't take this drama too seriously karena bisa dibilang ceritanya emang gak masuk akal. ^^

Kelompok 1 :
Ahmad Farhan                        : Brandon (Pilot)
Ajeng Rizky Parawansa           : Riri
Dio Try Wiranto                      : Rionaldo
Dini Embun Sari                      : Nindy
Naura Hafiza Ainayyah           : Naya (Pramugari)
Weni Irma Suryani                  : Wenda

Pada suatu hari, empat orang remaja pelajar SMA kelas 11 sedang berdiskusi mengenai tujuan liburan mereka tahun ini. Mereka adalah Riri, Rionaldo, Nindy dan Wenda. Karena masih sulit memutuskan tujuan liburan, akhirnya mereka mencoba untuk berdiskusi disebuah café.

Nindy              : “Liburan kali ini kita kemana, guys?”
Rionaldo         : (menjentikkan jari) “Kita ke negaranya Christiano Ronaldo ajalah! Pasti seru, apalagi kalau bisa ketemu langsung. Gimana?”
Nindy              : “Ah, jangan! Kita ke Korea aja! Sebentar lagi bakal ada konser EXO nihh!”
Riri               : “Nggak minat sama boyband! Kita ke Singapore aja yuk, selain murah, tempatnya juga dekat. Aku yakin kita semua bakal dibolehin sama ortu kita.”
Nindy              : “Ah, gimana ya? Tapi kan lebih asik ke Korea.” (menopang dagu)
Rionaldo         : “Lebih asik ke Eropa dong.”
Wenda           : “Udahlah, aku setuju sama Riri. Lebih baik kita ke Singapore. Daripada nggak liburan sama sekali. Lagian ke Eropa atau Korea pasti ongkosnya gede dan tempatnya jauh. Kayaknya kita gak akan siap.”
Rionaldo         : (menghela nafas) “Iya sih, benar juga si Wenda. Jadi gimana?”
Nindy              : “Oke, mungkin ke Singapore juga bukan ide yang buruk. Yang penting aku butuh liburan!”
Riri               : “Kalau gitu deal, ya? Kita ke Singapore! Masalah tiket biar aku yang urus, nanti kalian tinggal transfer aja uangnya.”
Wenda            : “Deal!”

Tiba hari dimana mereka berempat akan berangkat ke Singapore. Pesawat yang mereka tumpangi adalah pesawat Air Asin penerbangan pertama, kira-kira pukul 05.30 WIB. Saat tiba di Bandara Djuanda, mereka segera check-in dan menunggu hingga adanya panggilan keberangkatan. Akhirnya mereka sudah berada didalam pesawat dan tampak seorang pramugari berdiri sambil tersenyum ramah menyambut mereka.

Pramugari        : “Selamat pagi dan selamat datang di penerbangan Air Asin tujuan Singapore. Adik-adik mau liburan ya?”
Nindy              : “Iya Kak Pramugari.” (sambil tersenyum lebar)
Pramugari        : “Mari saya bantu cari tempat duduk kalian. Boleh saya lihat tiketnya?”
Rionaldo           : “Ini tiketnya, Kak.” (menyodorkan tiket)
Pramugari        : (mengambil tiket) “Oh, mari saya antar ke seat kalian.”
(Berjalan menuju bangku)
Pramugari        : “Nah, ini dia seat-nya. Harap semuanya mengenakan sabuk pengaman dan matikan ponsel saat penerbangan, ya. Mohon tetap waspada karena saat ini diperkirakan cuaca sedang buruk.”
Nindy              : “Wah, itu bahaya gak?”
Pramugari        : “Inshaallah tidak. Yang pasti ikuti saja seluruh instruksi dari kami dan jangan lupa berdoa.”
                       
Tiba-tiba datanglah seorang Pilot memasuki pesawat dan hendak menuju ke kokpit. Pilot itu bernama Brandon, ia mengahampiri si pramugari yang masih bersama empat remaja tersebut.

Pilot                : “Selamat pagi, Naya. Sudah siap untuk penerbangan hari ini?”
Pramugari        : “Pasti siap seperti biasa.”
Wenda            : “Wah, kakak pilotnya ya?”
Pilot                :“Halo, selamat pagi. Ya, saya pilot penerbangan hari ini. Nama saya Brandon.”
Wenda            : “Saya Wenda, kak. Tolong diingat baik-baik ya nama saya.” (bersalaman dengan Pilot)
Riri                  : (menarik tangan Pilot dan bersalaman) “Kalo saya Riri, Pak Pilot yang ganteng.”
Pilot                : “Baiklah. Lalu yang berdua ini namanya siapa?”
Rionaldo         : “Saya Rionaldo.”
Nindy            : “Saya Nindy. Oh ya, kakak pramugari, punya film Korea atau apapun yang ada hubungannya dengan Korea yang bisa saya tonton gak?”
Pramugari        : “Seingat saya ada, sini saya bantu carikan.”
Pilot                : “Kalau begitu saya ke kokpit dulu, siap-siap untuk penerbangan hari ini.”
Wenda            : “Hati-hati ya Pak Pilot, kalau ada apa-apa bilang aja ke saya.”
Riri                  : “Apaan sih, Wen! Centil banget deh!”
Wenda            : “Ih, apa sih! Bilang aja iri!”
Rionaldo         : “Diam dong kalian berdua! Bikin pusing aja.”
Nindy              : “Udah nggak usah ladenin. Mending nonton Korea aja!”
Rionaldo         : “Ada film apa? Boleh deh nimbrung nonton Korea.”
                      
Pesawat mulai lepas landas dengan mulus. Setelah dirasa penerbangan mulai stabil dan lampu seatbelt sudah dimatikan, keempat remaja itu kembali bersantai. Nindy dan Rionaldo sibuk dengan film Korea, sedangkan Riri dan Wenda masih tidak tahu kegiatan apa yang ingin mereka lakukan.

Pramugari        : “Halo, mau minum apa?”
Rionaldo         : “Jus jeruk ya, Kak!
Nindy              : “Saya juga jus jeruk.”
Wenda            : “Teh manis hangat ada, Kak?”
Riri                  : “Iya, saya juga mau teh manis.”
Pramugari        : “Ada, kok. Tunggu sebentar ya, saya buatkan dulu.” (kembali kebelakang)
Pilot                : (berjalan tergesa-gesa) “Nay, tolong buatkan aku teh hangat ya! Aku sakit perut, nih!”
Pramugari        : “Oke! Sudah ada yang menggantikanmu di kokpit?”
Pilot                : “Tenang! Sudah diatur!” (berlari)
Riri                  : “Eh, kenapa tuh, si pilot ganteng?”
Wenda            : “Gak tau. Sakit perut katanya.”
Riri                  : “Ada-ada aja.”
Wenda            : “Mungkin dia terlalu grogi gara-gara ketemu aku.”
Riri                  : “Ih, apaan! Pede banget, sih!
Wenda            : “Loh, kenapa? Rese!”
Rionaldo         : “Mereka berdua ribut banget, sih!”
Nindy              : “Diem dong! Kami lagi nonton nih!”
Wenda            : “Kalian berdua mah, sok serius banget! Cuma nonton film aja!”
Rionaldo         : “Daripada kamu sama Riri, bisanya ngeributin hal gak penting!”
Riri                  : “Udah ah! Kok jadi pada ribut begini!”

Akhirnya mereka berempat memutuskan untuk sibuk dengan kegiatan masing-masing. Rionaldo dan Nindy masih tetap menonton film Korea, sedangkan Riri dan Wenda berbisik-bisik membahas si Pak Pilot.

Rionaldo         : “Mereka masih aja ribut!”
Nindy              : “Setidaknya sekarang mereka bisik-bisik doang.”
Rionaldo         : “Tapi kan masih ganggu!”
Nindy              : “Yaudah, kasih obat tidur aja deh, biar mereka tidur dan diem.”
Rionaldo         : “Apa? Coba diulang!”
Nindy              : “Kasih mereka obat tidur biar mereka berdua diem.”
Rionaldo         : “Nah ide bagus tuh!”
Nindy              : “Hah? Dasar gila, aku kan bercanda.”
Rionaldo         : “Tapi kan lumayan biar mereka gak ribut lagi. Pakai dosis kecil aja, biar pas mendarat mereka udah bangun. Aku gak yakin kita berdua tahan denger mereka ribut melulu.”
Pramugari        : “Ini dia pesanan masing-masing. Selamat dinikmati.” (meletakkan gelas-gelas)
Riri                  : “Kak, Pak Pilot masih di toilet?”
Pramugari        : “Saya kurang tahu. Oh iya, untung saja kamu nanyain dia, saya hampir lupa buat teh pesanannya. Saya permisi dulu, ya.” (berjalan pergi)
Wenda            : “Apa Pak Pilot ganteng itu udah balik ke kokpit ya?”
Riri                  : “Kita cek aja, yuk! Pura-puranya mau kemana, gitu.”
Wenda            : “Yuk!” (Wenda dan Riri pergi)

Rionaldo         : “Ayo kita masukkan obat tidurnya! Mereka makin nyebelin, kan!”
Nindy              : “Iya. Tapi kita kan gak punya obat tidur!”
Rionaldo         : “Aku punya!” (memperlihatkan sebungkus obat serbuk, tersenyum)
Nindy              : “Hah? Dari mana kamu dapat obat itu? Jangan-jangan kamu jualan obat-obatan terlarang ya?”
Rionaldo         : “Enak aja! Kamu kan tau papaku dokter, jadi aku suka nyolong obat-obatan yang mungkin bakal berguna.” (tertawa) “Tapi beneran, yang ini aman kok.”
Nindy              : “Terserah kamu, deh.”
Rionaldo         : (memasukkan sedikit serbuk ke dua gelas teh) “Dengan begini mereka gak bakal ribut lagi.” (menyimpan obat kedalam saku celana)

Riri                  : “Kayaknya si pilot masih di toilet deh.” (duduk di bangku)
Wenda            : “Iya. Buktinya kita masih belum ketemu.” (duduk di bangku)
Riri                  : “Atau mungkin udah balik ke kemudinya.”
Wenda            : “Yaahh.. gak seru dong! Kan susah mau ngeliatnya lagi.”
Riri                  : “Iya, ya. Belum tentu habis ini bisa ketemu si pilot ganteng itu lagi.”
Pilot                : (berjalan sambil mengelus-elus perut) “Ahh lega sekali.”
Wenda            : “Hai kakak pilot!”
Pilot                : “Halo Wenda!”
Wenda            : “Wah, Pak Pilot inget namaku!”
Riri                  : “Pak Pilot inget namaku juga kan?”
Pilot                : “Tentu. Kamu Riri, kan? Itu Rionaldo dan Nindy.”
Riri                  : “Tuh, Pak Pilot kenal semua sama kita.”
Wenda            : “Terserah deh!” (mengambil gelas teh hangat) “Oh iya, ini teh hangat buat Pak Pilot yang ganteng. Masih hangat, loh.”
Pilot                : “Nah ini yang saya tunggu-tunggu. Ini dari pramugari Naya?”
Wenda            : “Iya, dari Kakak Pramugari.”
Riri                  : “Eh, Wen, kamu…”
Wenda            : (memotong ucapan Riri, berbisik) “Udah diem aja!”
Pilot                : (menghabiskan teh tersebut) “Ah, lega sekali! Terimakasih ya. Saya mau kembali bertugas dulu, jangan sampai pesawat kita jatuh gara-gara saya kelamaan ninggalin kemudi.” (tertawa) “Daah!” (berjalan pergi)

Riri                  : “Kamu ini ya, Wen! Bisa-bisanya ngemodusin Pak Pilot!”
Wenda            : “Aku kan cuma membantu. Si pilotnya kan habis sakit perut dan perlu teh, Ri.”
Riri                  : “Ya terserahlah. Aku mau cari cara buat ngemodusin Kakak Pilot itu juga, ah!”
Wenda            : “Ih ikut-ikutan!”
Rionaldo         : “Kalian berdua ini ribut banget!”
Nindy              : “Iya, nih! Kami gak bisa fokus nonton!”
Rionaldo         : (berbisik) “Mereka berdua kok belum tidur ya, Nin?”
Nindy              : (mengintip gelas Wenda dan Riri) “Teh Riri belum diminum, tapi punya Wenda udah habis. Harusnya sekarang si Wenda udah tidur.”
Rionaldo         : “Harus dipancing nih supaya Riri minum juga.”
Nindy              : “Coba pancing dia!”
Rionaldo         : “Ri, teh kamu gak diminum? Keburu dingin, loh.”
Riri                  : “Nggak usah ngomongin teh. Aku jadi bad mood.”
Nindy              : “Loh? Kenapa, Ri?”
Riri                  : “Itu… si Wenda ngemodusin Pilot ganteng pake teh. Tehnya si Wenda diminum sama Pak Pilot. Nyebelin, kan?”
Nindy & Rionaldo : “APA?” (berpandangan)
Rionaldo         : “Mampus, Nin!”
Nindy              : “Gimana nih, Do!”
Riri                  : “Kalian kenapa?”
Rionaldo         : “Jangan sampai pilotnya ketiduran!”
Nindy              : “Semoga gak ada apa-apa, Ya Allah!”
Riri                  : “Aduh! Kalian ini kenapa?”
Nindy              : “Didalam teh kalian itu ada obat tidurnya, Ri!”
Riri & Wenda : “APA?”

Tiba-tiba pesawat bergetar hebat dan terbang tidak terkendali. Ternyata, Pilot Brandon benar-benar tertidur saat sedang bertugas. Co-pilot disampingnya sudah berusaha membangunkan dan mengendalikan pesawat namun tidak berhasil. Setelah itu, pesawat dikabarkan hilang dari peredaran dan akhirnya dilakukan pencarian hingga menghabiskan waktu berbulan-bulan. Tidak ada satupun yang selamat dari peristiwa itu.


-TAMAT-

Comments

Popular posts from this blog

Ibu Kita Kartini

Afgansyah Reza-Refrain (chord gitar dan lirik lagu) Ost.Refrain 2013

Hasta Karya dari Barang Bekas